Rabu, 23 Februari 2011

Aplikasi Resmi Foursquare Untuk Nokia Symbian

Foursquare adalah sebuah layanan update status dengan disertai lokasi. Bagi Anda pengguna Nokia terutama Symbian S60 v3 keatas, sekarang dapat check in mempergunakan aplikasi yang dirilis resmi oleh Foursquare.

Fitur yang tersedia cukup lengkap yaitu bisa check in, shout, membaca tips, badge, melihat peta lokasi dll. Aplikasi akan otomatis mencari lokasi Anda baik menggunakan gps maupun berdasar lokasi bts (tanpa gps).

Untuk mengunduh silakan menuju Ovi Store.

Selain aplikasi resmi ini dapat juga mempergunakan Gravity, Four²Widget, Sym4square. Atau jika ingin mencoba layanan serupa namun buatan lokal bisa mencoba koprol.

Semoga Bermanfaat

Konversi PDF ke Word dan PDF ke Excel

Beberapa Waktu lalu ada banyak teman saya yang menanyakan aplikasi untuk merubah file dengan format PDF ke dalam format Office untuk keperluan kantornya. namun saya mereverensi kan aplikasi yang pernah saya coba tapi dalam bentuk trail, rupanya masuh kurang maksimal untuk digunakan karena hadilnya harus banyak yang harus di edit kembali. Setelah mencari beberapa reverensi baru di google saya akhirnya saya mentok di halaman blog nya maseko. Untuk keperluan mengedit lebih lanjut dokumen PDF, ada kalanya Anda mungkin ingin mengubahnya lebih dulu ke dokumen Microsoft Word. Kelemahan yang pernah saya alami ketika menggunakan beberapa software untuk urusan konversi ini adalah paragraf atau bahkan baris dalam dokumen PDF akan ditampilkan dalam dokumen Word sebagai text box sehingga untuk pengeditan tertentu akan merepotkan. Kemarin, kelemahan konversi seperti ini tidak saya dapati ketika mencoba layanan PDF to Word dari Nitro PDF Software yang juga mengembangkan plugin PDF Download untuk Mozilla Firefox.

Dari yang saya lihat, tingkat akurasi dalam menjaga format teks atau gambar yang ada pada dokumen PDF cukup baik. Paragraf-paragraf dalam dokumen PDF akan menjadi paragraf-paragraf dalam dokumen Word.

PDF to Word hadir bukan sebagai software yang dapat diinstall dalam komputer, melainkan layanan online dan untuk melakukan konversi dari dokumen PDF ke Word, terlebih dahulu Anda menguploadnya dengan menyertakan alamat email yang nantinya menjadi tujuan pengiriman dokumen Word hasil konversi dalam bentuk attachment.

Dengan cara yang serupa, jika misalnya dokumen PDF yang Anda miliki lebih banyak mengandung tabel-tabel dan nantinya ingin dikelola lebih lanjut di Microsoft Excel, maka Anda dapat menggunakan layanan beta PDF to Excel dari pengembang yang sama. Jika dalam dokumen PDF terdiri dari beberapa tabel, dalam file Excel hasil konversi ini, masing-masing tabel akan ditampilkan dalam worksheet yang berbeda.

Jika suatu saat Anda memang perlu untuk mengkonversi dokumen PDF ke dokumen Word atau Excel, tidak ada salahnya mencoba kedua layanan tersebut dari link di bawah.

PDF to Word | PDF to Excel

Catatan Dari Aceh : Tidur di NOC, Ngopi di Starblack

Aceh, Kalaupun ada yang bisa disebut sebagai ‘pahlawan’ teknologi informasi (TI) di Indonesia, maka tim relawan Air Putih di Aceh bisa menjadi salah satunya. Bekerja tanpa dukungan dana yang melimpah, para anak muda dengan keahlian yang tak diragukan lagi dalam bidang komputer, saling bahu-membahu dalam meningkatkan penggunaan dan penguasaan Internet oleh masyarakat di Nangroe Aceh Darussalam.

Saya beruntung, diijinkan menginap di posko mereka yang berupa sebuah ruko tiga lantai, berlokasi di Jalan Teuku Umar. Ruko yang dari depan tampak kurang terawat tersebut, kini menjadi salah satu titik penting pengembangan infrastruktur Internet di Aceh. Bahkan, Badan Rehabilitas dan Rekonstruksi Aceh (BRR), menaruh banyak harapan pada tim yang anggotanya multi-etnis tersebut.

Rencana program pengembangan Internet untuk 23 kota (21 di Aceh dan 2 di Nias) menggunakan teknologi VSAT misalnya, tengah dipercayakan BRR kepada tim Air Putih. Ketika banyak pihak menyatakan tidak sanggup untuk mengerjakan program tersebut, lantaran dana yang tersedia sangat minim, maka tim Air Putih lagi-lagi mengambil inisiatif. Mulai hari Minggu (19/2/2006), mereka akan mulai melakukan survei ke kota-kota tersebut.

Superman-kah mereka? Tidak. Tetapi kecintaan terhadap TI, itulah yang menjadi pendorong semangat mereka selama berbulan-bulan, bahkan ada yang sudah lebih dari setahun, membetahkan diri untuk tinggal di Aceh. Atau lantaran gaji yang mereka terima? Tak seorangpun dari mereka yang bersedia bercerita. Bukan takut ketahuan betapa besarnya angka, tetapi malu karena betapa kecilnya. Ya, cukuplah untuk membeli rokok dan pulsa ponsel untuk pacaran, demikian gurau mereka.

Posko Air Putih

Apa yang mereka sampaikan tersebut, tampaknya bukan gurauan tanpa fakta. Hal tersebut setidaknya tercermin dalam suasana di dalam posko, tempat mereka beristirahat melepas lelah di malam hari. Jangan harap ada pendingin ruangan. Bahkan kipas angin pun tak disemua sudut ruangan tersedia. Tiap lantai secara umum terbagi atas 3 ruangan, menggunakan sekat triplek berwarna biru muda, yang mulai terbuka sambungannya disana-sini.

Di lantai 3, tempat saya memejamkan mata melepas kepenatan setelah diajak berkeliling melihat tempat-tempat monumental kejadian Tsunami, hanya ada sebuah kipas angin reot yang arah hembusan anginnya harus berbagi dengan lima orang lainnya. Toh, tidur hanya dengan alas tidur yang tipis tetap bisa mereka lakoni. Tentu saja, dengan beberapa notebook yang masih menyala disamping mereka.

Baju dan celana jeans yang dipakai seharian, tergantung saling bertumpuk. Tiga kaleng minuman “penghangat”, Heineken, yang sudah habis entah kapan, masih tergeletak di atas meja. Sampai pukul 08.30 pagi waktu setempat, Sabtu (18/2/2006) belum ada satupun dari rekan-rekan tim Air Putih yang sudah benar-benar terjaga. Maklum, ‘kalong’.

Di lantai 2 pun setali tiga uang. Kardus bekas berbagai hardware komputer bersebaran tak teratur. Selain sebagai ruang tidur, sebagian ruangannya difungsikan sebagai network operating centre (NOC). Jangan pernah membayangkan ruang NOC yang sejuk dingin dan menggunakan raised floor. Bahkan merokok pun dipersilakan di dalam ruangan yang juga menjadi ruang tidur alakadarnya.

Ruko yang menjadi posko Air Putih ini disewa dengan biaya relatif murah. Bahkan jauh lebih murah ketimbang bandroll pasaran tarif sewa properti di Aceh saat ini. Maklumlah, banyaknya lembaga internasional yang berkeliaran di Aceh, turut mendongkrak tarif tersebut.

Air Putih memilih sebuah lab komputer, yang dilengkapi dengan sekitar 10 PC dan sebuah LCD Projector. Salah satu agendanya adalah melakukan pelatihan pemanfaatan komputer dan Internet bagi anak muda di Aceh. Ketika penulis baru tiba di Posko, Jumat (17/2/2006), salah satu sesi pelatihan baru dimulai. Antusiasme anak muda Aceh, dan pengajarnya, tak lekang lantaran kondisi lab yang berada di lantai 1 tersebut, relatif sempit dan juga jauh jika dikatakan sejuk.

Kedai Kopi Starblack

Semalam penulis bersama dengan beberapa rekan-rekan Air Putih, ngopi di sebuah kedai kopi yang letaknya hanya sekitar 100 meter dari posko. Starblack, demikian mereka menyebut tempat tersebut. Nama tersebut merupakan pelesetan dari kedai kopi terkenal, Starbucks.

Yang jelas, di kedai kopi tersebut memang bisa dinikmati akses hotspot gratis, dengan kecepatan yang lumayan, yang merupakan lumeran dari access point di dalam posko. Beberapa pengunjung kedai kopi tersebut, tengah sibuk dengan notebook-nya.

Kopi khas Aceh, hitam pekat tetapi manis. Penjual, si bapak tua, pun memiliki warna kulit yang cenderung gelap. Entah karena warna kopinya atau karena kulit si bapak tua tersebut, akhirnya muncul nama ‘Starblack’. Ngopi adalah budaya yang berakar-urat bagi masyarakat Aceh. Bahkan salah satu indikator dari kebangkitan masyarakat Aceh pasca prahara Tsunami, konon adalah dengan melihat seberapa banyak kedai kopi yang telah dibuka dan seberapa ramai pengunjungnya.

Ngopi bisa pula menjadi sarana berbagi informasi bahkan ajang lobi-lobi. Beberapa program kegiatan kemanusian Air Putih, banyak pula yang digali melalui ajang ngopi tersebut. Semangat egaliter dan kebersamaan, terbina pula melalui ngopi tersebut.

Manifestasinya, tak ada struktur hierarki dalam kegiatan Air Putih. Semua orang bisa menjadi manajer suatu program, sementara lainnya menjadi ‘anak buah’. Sedangkan di program lain, kondisi bisa berbalik. Semua berdasarkan kompetensi dan kapabilitas, tanpa diiringi rasa cemburu atau berebut peran.

Apa yang dilakukan oleh tim Air Putih di Aceh adalah sebuah torehan kecil sejarah, bagaimana keterisoliran suatu daerah dari informasi dapat ditembus dengan bermodalkan keyakinan, semangat dan kebersamaan. Tim Air Putih, sebagai pelaku sejarah, bahkan memberi contoh bagaimana kecintaan atas TI seharusnya terwujud secara bersahaja. (dbu)

Keterangan foto:
1. Foto tampak depan posko Air Putih
2. Suasana belajar di lab komputer posko
3. Salah satu sudut ruang NOC
4. Susana egaliter dan kebersamaan sesama relawan
5. Pulas tertidur di NOC, ditemani PC dan notebook

(Tulisan ini adalah satu dari beberapa catatan penulis selama beberapa hari Aceh, atas undangan tim relawan Air Putih. Tulisan lainnya akan diturunkan secara bertahap. Saat tulisan ini diturunkan, penulis sudah ketinggalan 30 menit dari agenda ngopi ritual pagi hari, di kedai kopi Starblack)


Tulisan darinya Mas Donny D.U ..di Tahun 2006

Kamis, 17 Februari 2011

Larry Page dan Kejayaan Open Source di Google

Rasanya tak ada yang meragukan Google sebagai perusahaan open source terbesar di dunia.

Ya, memang masih ada Canonical yang dengan Ubuntu-nya yang mampu menjadikan perusahaan ini terkenal dengan desktop yang bagus dan relatif stabil.

Ada pula Red Hat dengan Red Hat Enterprise Linux yang juga biasanya bundling dengan hardware mampu menjadi pionir dalam hal server.

Tapi kiprah Google dalam dunia open source lebih dari sekedar sistem operasi dan/atau hardware. Mari mengurai apa saja bukti yang mendasari Google sebagai perusahaan open source terbesar.

1. 20 juta baris kode


Chris DiBona, Program Manager untuk Open Source di Google, menyebutkan bahwa Google telah merilis sekitar 20 juta baris kode program dalam dunia open source.

Sedikitnya, 10 juta baris ada dalam Android, 2 juta baris dalam Chrome, 300 ribu baris dalam Google Web Toolkit (GWT) dan selebihnya ada dalam 900 produk lain keluaran Google.

Ini adalah angka yang fantastis.

Sebagai perbandingan, jumlah baris kode dalam Linux kernel adalah sekitar 12 juta yang pengerjaannya dibagi oleh ribuan kontributor mulai dari Red Hat, IBM, Novel, Intel dan lain-lain.

Pesaing perilis jumlah baris kode terbanyak dalam dunia open source bagi Google adalah IBM. IBM membuat Eclipse dengan jumlah 11,5 juta baris dan ditambah dengan kontribusi mereka dalam Linux kernel sekitar 6,3 persen.

2. Google Code dan Google Summer of Code


Google Code adalah sebuah fasilitas hosting untuk proyek-proyek open source. Saat ini ada lebih dari 250 ribu proyek yang tersimpan di dalamnya dan merupakan fasilitas hosting kedua setelah SourceForge dalam ranking yang dibuat Alexa. Selain itu, Google Code adalah hosting proyek open source dengan jumlah proyek terbanyak kedua setelah GitHub.

Dari Google Code ini, muncul sebuah program bernama Google Summer of Code. Google Summer of Code adalah sebuah program dari Google untuk mensponsori para siswa atau mahasiswa lebih dari 100 negara di seluruh dunia dalam pembuatan proyek open source. Acara tahunan yang dimulai sejak 2005 masih terus diadakan hingga sekarang.

3. Berbasis Linux


Semua orang tahu bahwa mesin pencari Google berjalan di atas sistem operasi Linux. Sejak pertama kali dijalankan, hingga saat ini. Dan tidak hanya itu saja, Google juga menggunakan Linux sebagai basis dari dua produk kebanggaan mereka, Chrome OS dan Android.

4. Google bukan perusahaan (penjual) software


Jika IBM, Red Hat, Novell dan lain-lain biasanya menjual software yang mereka buat –dan mengambil keuntungan, tidak demikian dengan Google.

Google mendedikasikan dirinya untuk open source dan tidak bertujuan untuk menjual produknya. Google menjual layanan dan support. Itulah yang membedakan Google dengan perusahaan lainnya.


Faktor Larry Page


Pertanyaan sebenarnya adalah, bagaimana bisa seperti itu? Di balik semangat Google menggebu dan tak pernah padam pada dunia open source adalah seseorang bernama Larry Page, co-founder Google.

Ketika Andy Rubin datang ke markas Google pada tahun 2005 dan menawarkan konsep open source dalam Android, Larry Page adalah orang yang menerima Rubin dan mengatakan ‘setuju’.

Page (bersama Sergey Brin) adalah orang yang dengan penuh semangat membuat –dan berhasil– program Google Summer of Code. Dan Page pula orang yang dengan penuh antusias mengajak para stafnya untuk menggunakan Linux dan program open source untuk mengerjakan proyek-proyek yang mereka kerjakan.

April 2011, Larry Page akan kembali menduduki kursi CEO setelah sebelumnya digantikan oleh Eric Schmidt pada 2001 lalu. Tidak ada yang tahu perubahan apa yang bakal terjadi dalam Google setelah pergantian ini.

Tapi yang pasti, naiknya Larry Page sebagai CEO akan semakin menguatkan posisi Google sebagai perusahaan open source terbesar di dunia. Dan dengan dukungan penuh dari Google, open source akan terus berkembang dan membesar. Semoga.

sumber:detiknet