Potret
Jurusita pengganti Pengganti yang ada di Mahkamah Syar’iyah blangkejeren. Jalan
tanah berlumpur menembus hutan dataran tinggi Gayo Lues yang masih perawan
sering dilakoni oleh Jurusita Pengganti dalam melaksanakan tugas mengantar
surat panggilan kepada para pihak yang berperkara. Tapi Alhamdulillah dengan
adanya tugas mengantar surat ke para pihak bisa membantu dan sebagai
penghargaan bagi jurusita pengganti yang umumnya merangkap tugas lain yang
menumpuk dimeja walupun bukan tugas pokok jurusita, A.n perintah dari pimpinan
semua itu dilaksanakan dengan iklas dan senang hati. Semoga Allah SWT selalu
melindungi Jurusita pengganti MS Blangkejeren yang melaksanakan tugas dan
dengan selamat kembali ke tengah-tengah keluarga yang selalu menunggu dengan
setia di rumah..amiiinnnn...
Seperti
biasanya setelah menikmati istirahat selama dua hari pada hari Sabtu dan Minggu
kawan-kawan mengawali pekerjaannya dengan semangat yang tinggi dengan pikiran
yang sangat fresh. Namun di hari tersebut kawan kita yang bernama HI dan FI
para jurusita pengganti Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren kelihatan lesu dan kurang
bersemangat.
Setelah
mereka duduk baru kawan-kawan menanyakan duduk persoalanyanya mengapa kelihatan
galau sekali dan tidak bersemangat. Dengan meneguk secangkir teh yang dibuatkan
oleh Saudara Sukaji, mereka menceritakan bahwa dalam beberapa bulan ini banyak
sekali masalah dan kesulitan yang menghampiri mereka, karena mereka
selalu seperti kurang dihargai dalam menjalankan tugas sehari-hari sebagai
jurusita pengganti.
Untuk
menyampaikan relas panggilan kepada pihak Tergugat saja
kadang-kadang meraka harus beberapa kali mendatangi rumah para pihak
dan selalu tidak ketemu dengan pihak Tergugat. “ Mengapa kok tidak diantar
saja ke Kelurahan tanya Seorang Pegawai “. Nah itu masalahnya bahwa Lurah
ataupun Kepala Desa di Gayo Lues ini sebagian besar tidak tidak ditempat karena
siang harinya mereka juga keladang, ada juga yang keluar daerah, ada juga yang
tidak mau menerima atau menanda tangani Relas panggilan yang
disampaikan oleh Juru Sita Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren dengan
alasan bahwa pihak yang dimaksud bukan warganya, dan Para Kepala
Desa (Pengulu,
sebutan untuk Kepala Desa di Gayo Lues) bersikeras untuk tidak menanda-tangani
panggilan yang disampaikan jurusita pengganti. hal itu terjadi karena umumnya
kurang tertibnya administrasi kependudukan disini, dimana keluar masuk penduduk
tidak dilaporkan kepada kepala desa, sehingga sering kali alamat yang diberikan
pada saat memasukkan Permohonan/Gugagatan ke Mahkamah Syar’iyah Blangkejeren,
tidak sesuai dengan tempat tinggalnya saat proses perkara berjalan.
Hal
ini mengakibatkan jurusita pengganti kesulitan menjalan kan tugasnya. Kendala
yang terberat lainya adalah medan yang dilalui setiap kali meraka bertugas,
tidak jarang mereka mengalami kecelakaan karena medan Extrim yang dilaluinya
ketika bertugas, diperparah lagi kondisi seperti sekarang ini musim penghujan,
dimana sepanjang jalan longsor dan bahkan putus total. Para jurusita pengganti
harus mengeluarkan biaya tambahan untuk bisa melalui tumpukan longsor dengan
bantuan warga setempat yang menyediakan jasa pelewati kendaraan dengan tarif
tertentu. Hal ini membuat para jurusita pengganti harus mengeluarkan biaya
pribadinya, dengan jarak tempuh 1 s/d 3 jam bukan hanya 1 atau 2 titik jalan
saja mengalami hal seperti itu namun lebih dari 1 kali, bayangkan jika setiap
satu titip longsor mereka harus membayar Rp50.000, upah melewati kendaraannya
supaya bisa sampai tujuan. Jika lebih dari 1 titip bisa di kalikan berapa biaya
yang harus dikeluarkan para jurusita pengganti. Namun para jurusita pengganti
ini tidak juga mengeluh dan tidak juga pernah menyampaikannya ke pimpinan dan
juga yang lainnya. Tetapi apa yang didapat dari itu semua, yang ada selalu kena
marah yang belum tentu itu kesalahan para jurusita pengganti, melainkkan para
PP itu sendiri yang kurang cermat, tetapi yang namanya bawahan tetap menerima
apasaja teguran dari atasannya. Jurusita pengganti juga manusia, dan pegawai
lain juga manusia apakah bapak-bapak semua sudah selalu benar dan tak pernah
salah? Timbul pertanyaan pada diri masing-masing jurusita pengganti, apakah
selama ini bapak-bapak (PP) sudah menjalankan tugas berdasarkan pada SOP
masing-masing. Kalau bapak-bapak sudah menjalankan sesuai dengan SOP nya,
kemungkinan hal-hal teknis seperti ini jarang terjadi. Jadi para jurusita
pengganti tidak lagi disalahkan, karena sebenarnya merekalah para (PP) yang
teledor.
Disisi
lain ketua majelelis ada yang berpandangan berbeda ada yang dapat menerima jika
relaas tidak ditandatangani dengan alasan tidak berjumpa keduanya, ada juga
yang tidak menerima karena berpandangan relaas panggilan baru sah dan patut
jika di tanda tangani yang bersangkutan atau kepala desa. Permasalahan-permasalahan
yang seperti ini yang membuat beban para petugas jurusita pengganti. karena
seperti ada yang kurang sempurna jika panggilan itu tidak diterima dan
ditanda-tangani oleh yang berhak dengan sah dan patut, sedangkan mereka sudah
mengupayakan yang maksimal dalam menjalankan tugasnya yang diperintahkan oleh
Majelis Hakim dan Pimpinan.
Seperti
kita ketahui bahwa Surat Panggilan (Relaas) merupakan salah satu instrument
yang sangat penting dalam proses beracara di Pengadilan, tanpa surat panggilan
maka kehadiran para pihak di persidangan tidak mempunyai dasar hukum. Surat
Pangilan (Relaas) dalam Hukum Acara Perdata dikatagorikan sebagai akta
autentik.
Pasal
165 HIR dan 285 R.Bg serta pasal 1865 BW menyebutkan akta autentik adalah
suatau akta yang dibuat dihadapan pegawai umum dalam bentuk yang ditentukan
oleh Undang-undang yang berlaku. Sehingga apa yang dimuat dalam relaas harus
dianggap benar kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.
Panggilan
dalam Hukum Acara Perdata adalah menyampaikan panggilan secara resmi dan
Patut kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di
pengadilan agar memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta dan
diperintahkan majelis hakim.
Yang
dimaksud Resmi adalah pemanggilan harus tepat menurut tata cara yang telah
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan yang disebut
Patut adalah dalam menetapkan tanggal dan hari persidangan hendaklah
memperhatikan letak jauh dekatnya tempat tinggal pihak-pihak yang berperkara,
yakni tenggang waktu yang ditetapkan tidak boleh kurang dari tiga
hari sebelum acara persidangan dimulai dan didalamnya tidak termasuk hari besar
atau hari libur.