Rabu, 23 Februari 2011

Catatan Dari Aceh : Tidur di NOC, Ngopi di Starblack

Aceh, Kalaupun ada yang bisa disebut sebagai ‘pahlawan’ teknologi informasi (TI) di Indonesia, maka tim relawan Air Putih di Aceh bisa menjadi salah satunya. Bekerja tanpa dukungan dana yang melimpah, para anak muda dengan keahlian yang tak diragukan lagi dalam bidang komputer, saling bahu-membahu dalam meningkatkan penggunaan dan penguasaan Internet oleh masyarakat di Nangroe Aceh Darussalam.

Saya beruntung, diijinkan menginap di posko mereka yang berupa sebuah ruko tiga lantai, berlokasi di Jalan Teuku Umar. Ruko yang dari depan tampak kurang terawat tersebut, kini menjadi salah satu titik penting pengembangan infrastruktur Internet di Aceh. Bahkan, Badan Rehabilitas dan Rekonstruksi Aceh (BRR), menaruh banyak harapan pada tim yang anggotanya multi-etnis tersebut.

Rencana program pengembangan Internet untuk 23 kota (21 di Aceh dan 2 di Nias) menggunakan teknologi VSAT misalnya, tengah dipercayakan BRR kepada tim Air Putih. Ketika banyak pihak menyatakan tidak sanggup untuk mengerjakan program tersebut, lantaran dana yang tersedia sangat minim, maka tim Air Putih lagi-lagi mengambil inisiatif. Mulai hari Minggu (19/2/2006), mereka akan mulai melakukan survei ke kota-kota tersebut.

Superman-kah mereka? Tidak. Tetapi kecintaan terhadap TI, itulah yang menjadi pendorong semangat mereka selama berbulan-bulan, bahkan ada yang sudah lebih dari setahun, membetahkan diri untuk tinggal di Aceh. Atau lantaran gaji yang mereka terima? Tak seorangpun dari mereka yang bersedia bercerita. Bukan takut ketahuan betapa besarnya angka, tetapi malu karena betapa kecilnya. Ya, cukuplah untuk membeli rokok dan pulsa ponsel untuk pacaran, demikian gurau mereka.

Posko Air Putih

Apa yang mereka sampaikan tersebut, tampaknya bukan gurauan tanpa fakta. Hal tersebut setidaknya tercermin dalam suasana di dalam posko, tempat mereka beristirahat melepas lelah di malam hari. Jangan harap ada pendingin ruangan. Bahkan kipas angin pun tak disemua sudut ruangan tersedia. Tiap lantai secara umum terbagi atas 3 ruangan, menggunakan sekat triplek berwarna biru muda, yang mulai terbuka sambungannya disana-sini.

Di lantai 3, tempat saya memejamkan mata melepas kepenatan setelah diajak berkeliling melihat tempat-tempat monumental kejadian Tsunami, hanya ada sebuah kipas angin reot yang arah hembusan anginnya harus berbagi dengan lima orang lainnya. Toh, tidur hanya dengan alas tidur yang tipis tetap bisa mereka lakoni. Tentu saja, dengan beberapa notebook yang masih menyala disamping mereka.

Baju dan celana jeans yang dipakai seharian, tergantung saling bertumpuk. Tiga kaleng minuman “penghangat”, Heineken, yang sudah habis entah kapan, masih tergeletak di atas meja. Sampai pukul 08.30 pagi waktu setempat, Sabtu (18/2/2006) belum ada satupun dari rekan-rekan tim Air Putih yang sudah benar-benar terjaga. Maklum, ‘kalong’.

Di lantai 2 pun setali tiga uang. Kardus bekas berbagai hardware komputer bersebaran tak teratur. Selain sebagai ruang tidur, sebagian ruangannya difungsikan sebagai network operating centre (NOC). Jangan pernah membayangkan ruang NOC yang sejuk dingin dan menggunakan raised floor. Bahkan merokok pun dipersilakan di dalam ruangan yang juga menjadi ruang tidur alakadarnya.

Ruko yang menjadi posko Air Putih ini disewa dengan biaya relatif murah. Bahkan jauh lebih murah ketimbang bandroll pasaran tarif sewa properti di Aceh saat ini. Maklumlah, banyaknya lembaga internasional yang berkeliaran di Aceh, turut mendongkrak tarif tersebut.

Air Putih memilih sebuah lab komputer, yang dilengkapi dengan sekitar 10 PC dan sebuah LCD Projector. Salah satu agendanya adalah melakukan pelatihan pemanfaatan komputer dan Internet bagi anak muda di Aceh. Ketika penulis baru tiba di Posko, Jumat (17/2/2006), salah satu sesi pelatihan baru dimulai. Antusiasme anak muda Aceh, dan pengajarnya, tak lekang lantaran kondisi lab yang berada di lantai 1 tersebut, relatif sempit dan juga jauh jika dikatakan sejuk.

Kedai Kopi Starblack

Semalam penulis bersama dengan beberapa rekan-rekan Air Putih, ngopi di sebuah kedai kopi yang letaknya hanya sekitar 100 meter dari posko. Starblack, demikian mereka menyebut tempat tersebut. Nama tersebut merupakan pelesetan dari kedai kopi terkenal, Starbucks.

Yang jelas, di kedai kopi tersebut memang bisa dinikmati akses hotspot gratis, dengan kecepatan yang lumayan, yang merupakan lumeran dari access point di dalam posko. Beberapa pengunjung kedai kopi tersebut, tengah sibuk dengan notebook-nya.

Kopi khas Aceh, hitam pekat tetapi manis. Penjual, si bapak tua, pun memiliki warna kulit yang cenderung gelap. Entah karena warna kopinya atau karena kulit si bapak tua tersebut, akhirnya muncul nama ‘Starblack’. Ngopi adalah budaya yang berakar-urat bagi masyarakat Aceh. Bahkan salah satu indikator dari kebangkitan masyarakat Aceh pasca prahara Tsunami, konon adalah dengan melihat seberapa banyak kedai kopi yang telah dibuka dan seberapa ramai pengunjungnya.

Ngopi bisa pula menjadi sarana berbagi informasi bahkan ajang lobi-lobi. Beberapa program kegiatan kemanusian Air Putih, banyak pula yang digali melalui ajang ngopi tersebut. Semangat egaliter dan kebersamaan, terbina pula melalui ngopi tersebut.

Manifestasinya, tak ada struktur hierarki dalam kegiatan Air Putih. Semua orang bisa menjadi manajer suatu program, sementara lainnya menjadi ‘anak buah’. Sedangkan di program lain, kondisi bisa berbalik. Semua berdasarkan kompetensi dan kapabilitas, tanpa diiringi rasa cemburu atau berebut peran.

Apa yang dilakukan oleh tim Air Putih di Aceh adalah sebuah torehan kecil sejarah, bagaimana keterisoliran suatu daerah dari informasi dapat ditembus dengan bermodalkan keyakinan, semangat dan kebersamaan. Tim Air Putih, sebagai pelaku sejarah, bahkan memberi contoh bagaimana kecintaan atas TI seharusnya terwujud secara bersahaja. (dbu)

Keterangan foto:
1. Foto tampak depan posko Air Putih
2. Suasana belajar di lab komputer posko
3. Salah satu sudut ruang NOC
4. Susana egaliter dan kebersamaan sesama relawan
5. Pulas tertidur di NOC, ditemani PC dan notebook

(Tulisan ini adalah satu dari beberapa catatan penulis selama beberapa hari Aceh, atas undangan tim relawan Air Putih. Tulisan lainnya akan diturunkan secara bertahap. Saat tulisan ini diturunkan, penulis sudah ketinggalan 30 menit dari agenda ngopi ritual pagi hari, di kedai kopi Starblack)


Tulisan darinya Mas Donny D.U ..di Tahun 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar