Rabu, 26 Desember 2012

8 Tahun Sudah Tsunami Aceh

Wahyu bagah bacut kata saya dalam bahasa aceh yang artinya cepat sedikit kepada adik saya yang baru saja sampai dari sabang bersama seorang teman. pagi itu kami hendak berencana menuju ke pasar aceh dengan tujuan untuk membelikan adik saya sebuah HP baru. Saat itu adik saya datang bersama dengan ibu dari teman sekamar kos saya yaitu Suherman Muhammad Mahasiswa Ekonomi Manajemen Unsyiah Leting 2002, ibunya membawa serta adiknya yang laki laki kira kira umur 15 tahunan bernama Khalidin, malam minggu itu adiknya itu tidur bersama kami di kos kosan sedangkan ibunya nginap di tempat saudaranya di daerah kadju.  Seorang ibu yang ingin menjenguk anaknya di Banda Aceh dan akan memberikan uang saku buat anaknya yang sedang menimba ilmu tapi apa dikata uang belum sempat dikasi sore sabtu itu ternyata pagi minggu ibu tidak ada kabarnya kemana.



Masih ingat dibenak kita atas bencana yang mengakibatkan kematian terbesar dalam sejarah. Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi dahsyat di Samudera Hindia, lepas pantai barat Aceh.Gempa yang terjadi pada waktu 7:58:53 WIB ini berpusat pada 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9,3 menurut skala Richter dan dengan ini merupakan gempa Bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Gempa yang mengakibatkan tsunami menyebabkan sekitar 230.000 orang tewas di 8 negara. Diantaranya Indonesia, Sri Lanka, India, dan Thailand merupakan negara dengan jumlah kematian terbesar.


Kami sempat lemas ketika gempa berkekuatan dahsyat itu mengguncang bumi Aceh, dengan segera kami semua keluar kamar dan saling berpegangan tangan satu sama yang lain sembari membacakan doa zikir dan ayat ayat pendek yang kami bisa saat itu. didepan kos seperti biasa ada beberapa mobil minibus L-300 yang di parkir kalo malam, mobil tersebut ber operasi pada siang hari dan melayani trep Barat Selatan.



Mata kami memandang kearah mobil dan pemohonan yang sedang bergoyang kuat, serta ayunan mobil l-300 itu seakan hemdak terbalik ke arah kami, begitulah sekiranya kekuatan gempa pada saat itu. Sungguh guncangan bumi yang tidak pernah kami fikirkan sebelumnya. Beberapa menit setelah itu gempapun reda meski ada terasa gempa gempa susulan dan saya teringat pada satu perkataan adik saya Wahyu "Akan naik air besar sepertinya" kata kata itu pernah saya dengar dalam cerita dan saya pun cuek aja tak menanggapi celotehan adik saya saat itu, lalu kami terus bersiap untuk keluar untuk naik mobil labi labi menuju penayong. tiba di depan SD 82 Darussalam waktu itu sekarang udah berubah menjadi SD 19 Sepertinya, berhenti sebuah labi labi yang menunggu kami nyebrang. di samping kami ada seorang ibu ibu yang sedang mengisi bensin dan beliau bercerita baru saja pulang dari simpang lima, dia melihat bangunan Swalayang termegah saat itu Pante Pirak ambruk, keasikan mendengarkan cerita beliau lalu saya mempersilahkan mobil labi labi itu duluan saja karena kami saat itu ingin menelpon orang tua dulu disabang, eh tetapi gagal karena semua jaringan gangguan dan telp susah tersambung.
Beberapa saat kemudian terdengar kemuruman orang berteriak Ie Raya dalam bahasa Aceh yang artinya air Besar sambil lari ke arah kami dan saya dengan penasaran malah lari kesitu karena tidak ngeh dengan teriakan orang orang tersebut, belum sampainya saya di persipangan rukoh di ujung jembatan lamnyong saya melihat air berwarna hitam seperti lumpur menuju ke arah sini. sontak saya langsung kabur sambil berteriak memanggil adik adik saya untuk lari ke kos an dan mengambil semua dokumen penting. sempat dalam lari kami, saya melihat adik nya Suherman Muhammad yaitu Khalidin turut membawa lari sebuah Al-Qur'an dalam pelukannya.

Saat itu kami berlari Ke arah mesjid jami' Unsyiah, ternyata disana telah berkumpul sangat banyak orang, sejenak kami disana dan melihat situasi gaduh, terus kami melanjutkan penyelamatan diri yang berakhir di  lap stadiun mini pertanian Unsyiah. berkumpulah kami satu komplek itu disitu sambil menunggu arahan dari petugas yang menggunakan alat pengeras suara di mesjid jami'. disitulah saya termenung dan lemas tak berdaya sambil kembali teringat kembali ucapan adik saya tadi pagi sehabis gempa, bak se orang peramal atau secara kebetulan saja kata kata dia ternyata benar benar terjadi sekarang.


Suherman Muhammad asal Sabang juga waktu itu bertempat tinggal di perikanan kini lokasi rumah itu sudah di pindahkan ke lhong drien kelurahan krung raya sabang karena di pinggiran tebing laut perikanan akan ditimbun untuk perluasan jalan raya, waktu itu bersama dengan Edi Fitria Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Unsyiah Letting 2003 asal Piyeung Muntasik Aceh Besar pergi sejak pukul 7 pagi ke Lapangan Blangpadang Banda Aceh, karena waktu itu ada event Lomba Lari Maraton lupa saya siapa yang mengadakannya. dari cerita mereka berdua, mereka berada diurutan terdepan waktu itu setelah itu tiba tiba terdengar suara gemuruh angin kencang, dan dia pun (Edi Fitria) berinisiatif untuk sembunyi di bawah jembatan, eh apa hendak dikata rupanya air besar yang tiba dia pun dibawa oleh derasnya air bah stunami hingga dia tidak tau kemana. tiba tiba saja telah berkumpul bersama kami keesokan harinya, Sedangkan ibu teman saya Suherman Muhammad tidak ada kabar dimana.

Sempat semalam kami menginap di stadion mini hingga besoknya kami pulang ke montasik dengan berjalan kaki dan di temani sebuah sepeda, lupa saya waktu itu sepeda siapa yang jelas tujuan kami waktu itu adalah rumah Edi Fitria di Montasik disanalah kami di tambung 2 malam hingga esok harinya kami menyisir kota Banda Aceh dengan berjalan kaki untuk menjari ibu teman saya Suherman Muhammad dalam perjalanan kami kondisi jalanan yang di penuhi mayat2 bergelimpangan dan kota yang harcur sudah tidak dapat saya jelaskan lagi dalam tulisan ini, tentunya kita sudah semua tahu kondisi saat itu. Aceh Menangis, Indonesia Berduka, Dunia Tergugah hatinya yang melihat kondisi Aceh saat itu.

Tak disangka saat itu seperti dalam mimpi saya bertemu Bapak saya sayang sudah sehari sebelumnya mencari saya dan adik saya katanya, kami bertemu pas di halte Simpang Surabaya sekarang tepatnya di depan Dhapu Kupi. Dari situ kami sempat terharu bersedih senang dan bahagia bercampur duka  beberapa saat hingga kahirnya memutuskan untuk berjalan kembali menyisir kota bersama melewati kantor Bubernur dan ke Darussalam, disitu kami berharap mendapatkan informasi tentang keberadaan dan kondisi Ibundanya Suherman, tapi ternyata kami tidak mendapatkan apa apa. suasana sudah gelap dan kami memutuskan untuk menginap semalam disitu, dimana bapak saya sudah menginap semalam di mesjid jami' Unsyiah itu berpaspasan dengan keberangkatan kami ke montasik paginya.

Esoknya saya membawa Bapak saya ke Montasik tempat kami mengungsi boleh dikatakan. dan sekarang sejak dulu mamak nya temen saya Edi Ftria dan Keluarganya Sudah saya anggap Ibu saya sendiri dan keluraga saya. Terima kasih saya Ucapkan kepada mamak Angkat saya.

Keesokkan harinya saya memutuskan pulang ke Sabang Bersama Bapak via TPI Lampulo dengan menggunakan Boat Warga dengan tarif saat itu 100 ribu rupiah perjiwa melewati ujung ba'u sabang. perjalanan ke lampulo sendiri kami lewati dengan melangkahi begitu banyak manyat yang berserakkan yang tak kuasa kami melihatnya. Tiba lah sore itu saya di Sabang dan Disambut Warga Sabang Di Dermaga Pasiran Sabang yang menunggu dan berharap anak dan sanak saudaranya tiba di Sabang. tanpa kecuali mau saudara atau bukan waktu itu setiap yang tiba dari Banda Aceh dipeluk dan di cium seraya menangis dan menanyakan kondisi Banda Aceh dan keluarganya di Sana. Demikian dulu cerita saya...gimana cerita anda,,,,,,,,?

Catatan Sewindu Stunami Aceh




Tidak ada komentar:

Posting Komentar